Nur Muhammad

Nur Muhammad
Cahaya kesempurnaan kekasih Allah Subhanahu wa Ta'ala

Rabu, 19 Oktober 2011

AYAH DAN IBU NABI MUHAMMAD SAW MASUK SURGA (Bagian 1)

Sebenarnya persoalan ini telah pun dijawab oleh para ulama besar ahl al-Sunnah wa al-Jamaah seperti Imam as-Sayuthi didalam kitabnya al-Ta’zim wa al-Minnah fi Anna Abawayy al-Rasul fi al-Jannah dan Masalik al-Hunafa’ fi Walidayy al-Mustafa, Abu Hafs Umar Ibn Syahin, Imam al-Qurtubi di dalam al-Tazkirah, Syaikh Ibrahim al-Baijuri didalam Tuhfatul Murid ‘ala Jauharatit Tauhid, Mufti Mesir Dr. Ali Jum’ah di dalam al-Bayan Lima Yusygilu al-Adzhan, Dr Abdul Malik bin Abdurrahman al-Sa’adi didalam al-Bid’ah al-Mafhum al-Islamiy al-Daqiiq dan lain-lain.
Selain itu, ulama kita juga telah menjawab persoalan ini seperti Syaikh Nawawi al-Banteni didalam Nuruz Zholam Syarah Mandzumah ‘Aqidah al-‘Awaam, Sayyid Yusuf bin ‘Ali aL-Zawawi, Mufti Terengganu didalam fatwanya yang dikeluarkan pada tahun 1971, Syaikh Muhammad Fuad Kamaluddin al-Maliki al-Rembawi didalam bukunya Wahabisma dari Neraca Syara’, Ustaz Mujahid bin Abdul Wahab didalam bukunya Keislaman Ayahanda dan Bunda Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم. 
PERTANYAAN: Adakah ibu bapak Nabi [صلى الله عليه وآله وسلم] termasuk dalam mereka yang terselamat di akhirat nanti sedangkan ada hadis yang mengatakan bahwa Baginda pernah bersabda: “Bapak kamu dan bapakku dalam neraka”.
JAWABAN: Menurut pendapat ahlul haq, mereka yang berada di antara dua masa para rasul itu (mereka yang dikenali sebagai ahlul fatrah) atau mereka yang tidak diutuskan rasul kepada mereka itu, mereka dikira terselamat dan tidak diazabkan di akhirat nanti. Ini termasuklah ibu bapak Nabi kita. Ini berdasarkan firman-Nya yang bermaksud “Kami tidak menyiksa (seseorang) sehingga Kami utuskan Rasul dan utusan (untuk menerangkan yang benar dan salah)” (Surah al Israa’ ayat 15).
Adapun sabda Nabi [صلى الله عليه وآله وسلم] tadi yang mengatakan “Bapakmu dan bapakku dalam neraka” itu dikatakan hadis ahad yang tidak dapat menolak dalil qat’i dari al-Quran. Justru itu para ulama kita mengatakan maksud dengan perkataan bapaku dalam hadisnya tadi boleh difahami sebagai bapak keturunan (seperti nenek moyangnya, bapak saudara seperti Abu Talib dan Abu Lahab dan lainnya. Ini karena Abu Talib adalah bapak angkat yang memelihara dan menjaganya sejak kecil lagi dan bagaimana hubungan kasih sayang yang terjalin antara anak saudara dengan bapak saudaranya itu. Menurut pendapat yang terkuat, ibu bapak (ibu bapak nabi) adalah terselamat, malah kata para ulama lagi, seluruh nenek moyang dari keturunannya dikira dari ahlul fatrah lagi bersih dari suatu keaiban. Ini berdasarkan sabdanya yang bermaksud: “Aku sentiasa berpindah-pindah dari benih yang suci dari satu generasi ke satu generasi yang baik-baik (tidak bercampur) bukan dari benih yang kotor dan jahat” (Riwayat Abu Nu’aim)
Malah dikatakan ada hadis riwayat dari Urwah dari Aisyah: “Bahwa kedua ibu bapak Nabi pernah dihidupkan karena permohonannya lalu hiduplah keduanya dan beriman dengannya kemudian meninggal” (Riwayat Ibnu Syahin).
Kesimpulannya, akidah yang perlu dipegang ialah kedua ibu bapak Baginda adalah selamat sejahtera. Wallahualam.
Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم adalah merupakan qurb yang paling utama disisi Allah. Baginda Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم telah bersabda:
والذي نفسي بيده لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين

Artinya: Demi dzat yang diriku berada didalam genggamanNya, tidak beriman seseorang dari kalian, sehingga aku lebih dia cintai daripada ibubapaknya, anaknya dan manusia sekaliannya. [Hadits riwayat al-Bukhari dan Ahmad]
Salah satu tanda cinta kita kepada Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم ialah dengan tidak membuat atau membangkitkan sesuatu yang menyakiti baginda صلى الله عليه وآله وسلم. Maka tidak diragukan bahwa membicarakan yang tidak baik tentang kedua ibubapak baginda Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم, menyakiti baginda Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم. Allah Ta’ala berfirman:
وَٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ ٱللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya: Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab siksa yang tidak terperih sakitnya. (Surah at-Taubah: 61)
Didalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فِي ٱلدُّنْيَا وَٱلآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَاباً مُّهِيناً

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan RasulNya, Allah melaknati mereka di dunia dan di akhirat, dan menyediakan untuk mereka azab siksa yang hina. (Surah al-Ahzab: 57)
Janganlah kita menjadi seumpama kaum Yahudi yang menyakiti Nabi Musa عليه السلام , sebagaimana firman Allah:
يٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ آذَوْاْ مُوسَىٰ فَبرَّأَهُ ٱللَّهُ مِمَّا قَالُواْ وَكَانَ عِندَ ٱللَّهِ وَجِيهاً

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (Yahudi) yang telah menyakiti Nabi Musa, lalu Allah membersihkannya dari segala tuduhan yang mereka katakan; dan adalah dia seorang yang mulia di sisi Allah. (Surah al-Ahzab: 69)
Qadhi Hussin berkata: Maka, kami tidak mengatakan sesutu kecuali apa yang diridha oleh Tuhan kami dan diridhai oleh Rasul kami. Dan kami tidak berani memberanikan diri terhadap kedudukan baginda yang mulia dan menyakiti baginda صلى الله عليه وآله وسلم dengan perkataan yang membuatkan baginda صلى الله عليه وآله وسلم tidak redha.
Qadhi Abu Bakar Ibn al-’Arabi, salah seorang imam didalam mazhab Maliki pernah ditanya perihal seorang lelaki yang mengatakan bahwa bapak Nabi صلى الله عليه وآله وسلم berada di dalam neraka. Maka beliau (Qadhi Abu Bakar) menjawab: Sesungguhnya lelaki tersebut dilaknat Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan RasulNya, Allah melaknati mereka di dunia dan di akhirat, dan menyediakan untuk mereka azab siksa yang hina. (Surah al-Ahzab: 57). Dan tiada perkara yang menyakiti Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم yang terlebih besar daripada seseorang itu mengatakan bahwa bapak Nabi صلى الله عليه وآله وسلم berada di dalam neraka.
Apa untungnya mereka melemparkan isu ini ketengah masyarakat awam? Mengapa mereka mengajar masyarakat untuk tidak beradab dengan Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم? Apa manfaatnya? Entahlah … akhir-akhir ini, ramai yang mencari ke‘glamour’an dengan melontarkan isu-isu yang sensitif, membesar-besarkan persoalan-persoalan khilafiah yang sepatutnya dihadapi dengan berlapang dada … porak-poranda kesatuan umat bila hal ini dilontarkan kepada masyarakat awam. Dan terdapat juga trend kini yang mengambil ilmu agama dengan hanya sekedar membaca dari buku-buku tanpa belajar dari mereka yang mempunyai keahlian dan yang benar pegangan aqidahnya.
Adapun mengenai kedudukan ibubapak Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم, sebagaimana yang tersebut didalam kitab-kitab yang al-Faqir nyatakan diatas, secara mudahnya dijawab berdasarkan firman Allah iaitu:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولاً

Artinya: Dan tiadalah Kami mengazabkan sesiapapun sebelum Kami mengutuskan seorang Rasul (untuk menerangkan yang benar dan yang salah).
Dan firman Allah:
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ ٱلرُّسُلِ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزاً حَكِيماً

Artinya: Rasul-rasul (yang Kami telah utuskan itu semuanya) pembawa khabar gembira (kepada orang-orang yang beriman), dan pembawa amaran (kepada orang-orang yang kafir dan yang berbuat maksiat), supaya tidak ada bagi manusia sesuatu hujjah (atau suatu alasan untuk berdalih pada hari kiamat kelak) terhadap Allah sesudah mengutuskan Rasul-rasul itu. Dan (ingatlah) Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. (surah an-Nisa: 165)

Imam al-Baijuri menyebut didalam kitab Tuhfatul Murid ‘ala Jauharatut Tauhid:
Tanbih: Apabila engkau telah mengetahui bahwa ahli fatrah adalah golongan yang terselamat di akhirat menurut qaul yang raajih, maka ketahuilah engkau bahwa kedua ibubapak Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم juga terselamat, disebabkan keduanya tergolong daripada ahlul fatrah. Bahkan semua nenek moyang Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم terselamat dan dihukumkan sebagai generasi yang beriman dan tiada seorang pun di antara mereka yang (terjatuh) didalam kekufuran, kekotoran, keaiban (yang menjatuhkan maruah) dan tidak pula oleh sesuatu diantara apa-apa yang pernah dilakukan oleh kaum arab jahiliah, berdasarkan dalil naqliah, seperti firman Allah Ta’ala:
وَتَقَلُّبَكَ فِي ٱلسَّاجِدِينَ
Artinya: Dan (melihat) gerak-gerimu di antara orang-orang yang sujud (asy-Syu’ara: 219)
Dan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
لم أزل انتقل من الاصلاب الصاهرات إلى الأرحام الزكيات

Artinya: Sentiasa aku berpindah dari sulbi generasi-generasi yang suci kepada rahim-rahim yang bersih.

Dan selain yang demikian itu daripada hadits-hadits yang telah mencapai drajat mutawatir. – sekian petikan dari Tuhfatul Murid, halaman 68 – 

Mengenai firman Allah Ta’ala dalam ayat 219 surah asy-Syu’ara diatas – وتقلبك في الساجدين Diriwayatkan dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما bahwa dia berkata: “Yakni diantara tulang-tulang sulbi nenek moyang Nabi Adam عليه السلام, Nabi Nuh عليه السلام dan Nabi Ibrahim عليه السلام, sampai Allah Ta’ala mengeluarkan baginda صلى الله عليه وآله وسلم sebagai seorang Nabi.” [lihat tafsir Qurthubi dan Thabari]
Diriwayatkan dari Watsilah bin Asqa’ bahwa Nabi صلى الله عليه وآله وسلم bersabda (artinya):
“Sesungguhnya Allah Ta’ala memilih Nabi Ismail عليه السلام dari anak-anak Nabi Ibrahim عليه السلام, memilih Bani Kinanah dan anak cucu Nabi Ismail عليه السلام, memilih Quraisy dari Bani Kinanah; memilih Bani Hasyim dari Quraisy, dan memilih diriku dari Bani Hasyim.” [hadits riwayat Ahmad dan Muslim. Hadits ini adalah riwayat Ahmad]

Dari Sayyidina Abbas رضي الله عنه diriwayatkan bahawa Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم bersabda (maksudnya): “Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan makhluk, lalu Dia menjadikan aku yang terbaik di antara mereka dan dari generasi terbaik mereka. Kemudian Allah Ta’ala memilih kabilah-kabilah, lalu menjadikan aku dari kabilah terbaik. Kemudian Dia memilih keluarga-keluarga, lalu menjadikan aku dari keluarga terbaik. Maka, aku adalah (makhluk) terbaik peribadinya dan terbaik keluarganya.” [hadits riwayat Ahmad dan at-Turmidhi]
Maka, jelas bahwa Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم menyebut, asal-usul keturunannya dengan sifat baik dan suci. Itu adalah dua sifat yang berlawanan dengan sifat kekafiran dan kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman dengan menyebutkan sifat kaum musyirikin (artinya): “Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis (jiwa musyirikin itu dianggap kotor, karena menyekutukan Alllah – Surah at-Taubah: 28
Mufti Terengganu, Sayyid Yusuf bin ‘Ali az-Zawawi, ketika ditanyakan soalan siapakah ahlul fatrah dan kesudahan mereka, maka beliau menjawab:
Ulama-ulama Islam yang dimaksud dengan “ahli fatrah” itu ialah mereka yang tidak sampai seruan Nabi dan tidak dibangkitkan kepada mereka utusan [Rasul] daripada Allah Ta’ala. Ulama` ini berkata bahwa mereka ini terlepas dari azab siksa hari akhirat. Sebagaimana firman Allah “وما كنا معذبين حتى نبعث رسولا” Artinya: “Kami tidak akan menyiksa sehingga telah kami mengutus rasul”. Ayat 15 surah al-Isra’. Ulama juga meletakkan istilah ahli fatrah itu kepada kaum Quraisy dan lainnya yang telah mati sebelum diutus junjungan kita Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم menjadi Rasul dan mereka itu mengatakan bahwa mereka ini terlepas daripada azab siksa dengan sebab tidak sampai seruan Islam kepada mereka termasuklah kedua ibubapak Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم sendiri.
Mengenai pembahagian ahlul fatrah, al-Faqir mengutip dari tulisan Ustadz Mujahid bin Abdul Wahab bertajuk Keislaman Ayahanda dan Bunda Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم , yang mana buku tersebut dijelaskan oleh al-Fadhil Syaikh Muhamad Fuad Kamaluddin al-Maliki al-Rembawi:
Menurut Professor Dr Judah al-Mahdi, Dekan Fakulti al-Quran di Universiti al-Azhar di dalam kitabnya Hady al-Nairain, secara umumnya ahli fatrah dibagi kepada 4 kategori:
Golongan pertama: Mereka dikurniai hidayah oleh Allah Ta’ala untuk mentauhidkanNya dari cahaya hati mereka tanpa menganut mana-mana ajaran Nabi sebelumnya. Diantara mereka ialah Qus ibn Sa’adah, Zaid bin Amru, Zuhair dan ‘Amir ibn al-Zorb
Golongan kedua: Mereka yang menganut agama yang dibawa Nabi-nabi terdahulu, patuh serta iltizam dengannya dan perkara yang berkaitan dengan kerasulan Rasul terakhir صلى الله عليه وآله وسلم bagi sesiapa yang mengenali Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم atau yang mengikuti jalan-jalan mereka yang mengetahui perutusan baginda صلى الله عليه وآله وسلم. Diantara mereka iaialh Tubba al-Himyari yang memeluk Islam dan beriman 900 tahun sebelum kelahiran baginda صلى الله عليه وآله وسلم tatkala kaum Yahudi menceritakan kepadanya ( perihal Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم) dari kitab-kitab agama mereka. Beliau pada asalnya merupakan penganut agama Nabi Ibrahim عليه السلام. Begitu juga Waraqah ibn Naufal dan Utsman ibn al-Huwairith dan segelintir penduduk Najran yang tergolong dari kalangan pembahagian ini yang taat dan menganut agama tersebut.
Golongan ketiga: Mereka yang tidak mensyirikkan Allah Ta’ala dan tidak pula mentauhidkanNya serta tidak menganut sebarang agama Nabi sebelumnya. Mereka juga tidak mengasaskan agama sendiri dan tidak pula sampai kepada mereka ajaran Nabi sebelumnya. Bahkan, kekallah mereka dengan arus kehidupan secara semulajadi. Kategori ini merupakan golongan yang menepati istilah Ahli Fatrah yang sebenar dan ketetapan bagi mereka ialah terselamat dari suatu azab berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولاً

Artinya: Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutuskan seorang Rasul.
Golongan keempat: Mereka yang menukar dan menambah ajaran Nabi sebelumnya serta mensyirikkan Allah Ta’ala. Mereka mensyariatkan agama mereka sendiri dan menentukan hukum-hakam menurut kehendak hawa nafsu. Kebanyakkan mereka adalah dari golongan arab jahiliyyah. Diantara mereka ‘Amru ibn Luhai yang pertama sekali mengasaskan penyembahan berhala dan amalan-amalan kaum jahiliyyah.
Menurut Imam Zurqani didalam Syarah al-Mawahib al-Laduniyyah [pendapat beliau adalah bertepatan dengan pembagian ketiga - abuzahrah], kedua ayahanda dan bunda Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم tergolong didalam kategori yang ketiga karena tidak mendapat suatu seruan dakwah Nabi-nabi yang terdahulu disebabkan zaman mereka yang selanjutnya. – Tamat petikan dari buku keislaman ayahanda dan bunda Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم. Halaman 20 – 23.
Mufti Mesir, Dr ‘Ali Jum’ah juga menjawab persoalan seumpama ini didalam kitabnya al-Bayan Lima Yasyghul al-Adzhan dan juga al-Bayan al-Qawim li Tashhih Ba’dhi al-Mafahim:
Ketahuilah bahawa ibubapak Nabi صلى الله عليه وآله وسلم dan nenek-moyang baginda, jika tsabit bahwa sebagian mereka jatuh dalam sesuatu yang secara zahir merupakan kesyirikan, maka mereka bukanlah orang-orang yang musyrik. Mereka bersikap demikian karena mereka tidak diutuskan kepada Rasulllah. Maka golongan ahlussunnah waljamaah seluruhnya meyakini bahwa siapa yang terjatuh kedalam kemusyrikan, sedangkan dia berada di dalam masa penggantian syariat-syariat tauhid dalam rentang masa kosong (fatrah) antara satu Nabi dengan Nabi selanjutnya, maka ia tidak disiksa.
Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu cukup banyak, antara lain berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولاً

Artinya: Dan tiadalah Kami mengazabkan sesiapapun sebelum Kami mengutuskan seorang Rasul (untuk menerangkan yang benar dan yang salah). (Surah al-Isra’: 15)
ذٰلِكَ أَن لَّمْ يَكُنْ رَّبُّكَ مُهْلِكَ ٱلْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا غَٰفِلُونَ
Artinya: Yang demikian itu adalah kerana Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan yang lengah (maksudnya: penduduk suatu kota tidak akan diazab, sebelum diutuskan seorang Rasul yang akan memberikan peringatan kepada mereka.)” (Surah al-An’am: 131)
وَمَآ أَهْلَكْنَا مِن قَرْيَةٍ إِلاَّ لَهَا مُنذِرُونَ
Artinya: Dan, kami tidak membinasakan sesuatu negeripun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberikan peringatan. (surah asy-Syu ‘ara: 208).
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ ٱلرُّسُلِ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزاً حَكِيماً

Artinya: Rasul-rasul (yang Kami telah utuskan itu semuanya) pembawa khabar gembira (kepada orang-orang yang beriman), dan pembawa amaran (kepada orang-orang yang kafir dan yang berbuat maksiat), supaya tidak ada bagi manusia sesuatu hujjah (atau suatu alasan untuk berdalih pada hari kiamat kelak) terhadap Allah sesudah mengutuskan Rasul-rasul itu. Dan (ingatlah) Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. (surah an-Nisa: 165)
Maka, tidak berdiri tegak hujjah (bagi Allah Ta’ala) terhadap makhluk kecuali dengan mengutus Rasul-rasul. Dan tanpa mengutus Rasul-rasul, maka manusia tidak berada dalam hujjah, dengan rahmat Allah Ta’ala dan kurniaNya. Ayat-ayat ini menunjukkan apa yang diyakini oleh ahlul haq, golongan ahlussunnah waljamaah, bahawa Allah Ta’ala dengan rahmat dan kurniaNya tidak menyiksa seorang pun sehingga diutuskan kepadanya Rasul yang memberi peringatan.
Mungkin saja ada orang yang mengatakan: “Barangkali kedua ibubapak Nabi صلى الله عليه وآله وسلم telah diutus Rasul pemberi peringatan kepada mereka dan mereka berdua syirik setelah sampainya hujjah.” Maka ini merupakan sesuatu yang tidak dikemukakan oleh teks ajaran, bahkan nash-nash yang menafikannya dan menegaskan sebaliknya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَآ آتَيْنَاهُمْ مِّنْ كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا وَمَآ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِّن نَّذِيرٍ
Artinya: Dan (tidak ada suatu alasan bagi dakwaan mereka, karena) Kami tidak pernah memberi kepada mereka Kitab-kitab untuk mereka membaca dan mengkajinya, dan Kami juga tidak pernah mengutus kepada mereka sebelummu (wahai Muhammad) seseorang Rasul pemberi ajaran (melarang mereka menerima ajaranmu). (surah Saba: 44)
Pada ayat lain Allah Ta’ala berfirman :
لِتُنذِرَ قَوْماً مَّآ أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Artinya: … supaya engkau memberi amaran kepada kaum (mu) yang telah lama tidak didatangi suatu Rasul pemberi ajaran sebelummu, semoga mereka memperoleh pengajaran (serta insaf mematuhinya).
Dan pada ayat lain lagi, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ ٱلْقُرَىٰ حَتَّىٰ يَبْعَثَ فِيۤ أُمِّهَا رَسُولاً يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي ٱلْقُرَىٰ إِلاَّ وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ
Artinya: Dan tidaklah menjadi kebiasaan Tuhanmu membinasakan mana-mana negeri sebelum Ia mengutus ke ibu negeri itu seorang Rasul yang akan membacakan kepada penduduknya ayat-ayat keterangan Kami; dan tidaklah menjadi kebiasaan Kami membinasakan mana-mana negeri melainkan setelah penduduknya berlaku zalim.
Nash-nash yang telah dikemukakan itu menunjukkan bahwa kedua ibubapak Nabi صلى الله عليه وآله وسلم tidak disiksa bukan karena mereka berdua ibubapak Nabi صلى الله عليه وآله وسلم tetapi karena termasuk dalam orang-orang yang hidup pada masa fatrah (ruang waktu kosong antara para Rasul). Dan hukum mereka sudah jelas di kalangan kaum muslimin.
Imam Syathibi berkata [didalam al-Muwafaqat, juz 3]: “Telah berlaku ketetapan Allah Ta’ala (sunnatuLlah) pada makhlukNya bahwa Dia tidak menyiksa karena pelanggaran kecuali setelah mengutus rasul. Lalu apabila hujjah sudah berdiri tegak atas mereka: siapa yang memilih beriman, maka ia beriman; dan siapa yang memilih kafir, maka ia kafir. Bagi setiap pilihan ada balasan setimpal.” – petikan dari al-Bayan Lima Yasyghul al-Adzhan, halaman 171 – 172 –
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih terperinci, silalah rujuk kitab-kitab yang telah al-Faqir sebutkan diatas tadi. InsyaAllah al-Faqir akan lanjutkan lagi tulisan ini didalam bagian 2.
اَلَّلهُمَّ انْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَزِدْنَا عِلْمًا وَالحَمْدُ للهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مَنْ أَحْوَالِ أَهْلِ النَّارِ

Wallahu 'alam bisshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar